Minggu, 01 November 2009

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN POLA PENYELESAIAN SENGKETALINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR

IDENTIFIKASI PENYEBAB DAN POLA PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN DI WILAYAH KABUPATEN KARANGANYAR


Abstract
The aim of the study is revealing the cause factor of the happening of and form the solution model applied to environment dispute occurred in region of Karanganyar. The cause of environment dispute in region Karanganyar, environmental dispute between PT Indo Acidatama Chemical Industry residing in Kemiri Kebakkramat versus some of farmer society in Sroyo and Kemiri (1999-2000) and also environ- mental dispute between PT Palur Raya residing in Ngringo Jaten versus some of Ngringo society which is merged into by Consortium of Waste Victim (KKL) PT Palur Raya (2000-2002) is the existence of anticipa- tion have the happening of environmental contamination in consequence of have operated [t company ( PT IACI and PT Palur Raya). To solve the dispute between PT Indo Acidatama Chemical Industry residing in Kemiri Kebakkramat versus parts farmer society in Sroyo and Kemiri (1999-2000) with formed its function- ing Tim-9 connecting problems faced between company and society. This team give the solution which in character recommend to company and control when needed; while to environmental dispute that happened between PT Palur Raya versus KKL is pass the mechanism of is solving of extrajudical environment dispute in the form of Environmental Mediasi (mediator: Ir. Agus Gunawan Wibisono). This Mediasi yield the Agreement Mediasi of date of 22 July 2000 and followed with the Independent Team forming.


Key Word : Environmental Dispute, Settlement


A. Pendahuluan


Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu wilayah di eks Karesidenan Surakarta yang memiliki kawasan industri terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Kabupaten Karanganyar dengan slogan Intanpari (Industri, Pertanian dan Pariwisata) banyak berdiri industri. Industri yang ada bergerak di berbagai sektor seperti: tekstil, kulit, kimia, obat (farmasi), kimia, wisata, makanan dan peternakan. Sektor industri selain meningkatkan dan memajukan taraf kehidupan masyarakat, ternyata juga menimbulkan dampak yang negatif bagi
kehidupan masyarakat. Dampak tersebut terjadi sebagai akibat beroperasinya industri
yang tidak mengindahkan norma-norma yang ada. Bahkan kemungkinan bisa berakibat fatal pada kerusakan lingkungan hidup, sehingga mengganggu proses kehidupan masyarakat.
Di antara dampak negatif dari keberadaan industri atau perusahaan adalah potensi munculnya kasus sengketa lingkungan hidup sebagai akibat pembuangan limbah industri yang mencemari lingkungan hidup. Bahkan hal ini sering menimbulkan gejolak sosial, Di wilayah Kabupaten Karanganyar tersebut pernah terjadi kasus-kasus sengketa lingkungan yang terjadi. Dalam delapan tahun terakhir tercatat kasus seperti: sengketa antara PT. Agung Tex dengan penggarap sawah di sekitar pabrik (1997); sengketa antara PT. Manunggal Adipura dengan Warga Kranggansari (1998), sengketa antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry dengan sebagian petani di Desa Sroyo (1998), sengketa antara Pengusaha Ternak babi dengan warga sekitar (Desa Sroyo dan Ngringo) di sekitar Sungai Bengawan Solo (1998,1999 dan 2000) dan sengketa antara PT. Palur Raya dengan warga sekitar yang tergabung dalam Konsorsium Korban Limbah (KKL) PT. Palur Raya tahun 2000-2003. Munculnya kasus sengketa lingkungan hidup seperti contoh di atas menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian .


akan pentingnya pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Sengketa lingkungan hidup yang terjadi
biasanya melibatkan masyarakat dengan
perusahaan/industri.
Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Undang-
Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) diatur
mengenai penyelesaian sengketa lingkungan
hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara
sukarela para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian melalui pengadilan dimaksudkan
bahwa penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dilakukan dengan mengajukan gugatan
perdata ke pengadilan atas sengketa
lingkungan hidup yang terjadi. Pengaturan lebih
lanjut mengenai gugatan perdata terdapat
dalam Pasal 34 hingga Pasal 39 UUPLH.
B. Pengertian Sengketa Lingkungan
(Enviromental Dispute).
Secara etimologis peristilahan sengketa
lingkungan hidup merupakan gabungan dari
dua kata yaitu sengketa dan lingkungan hidup.
Arti kata sengketa sendiri adalah permusuhan
antara dua pihak karena memperebutkan
sesuatu (Dep. P & K, 1997: 1277). Menurut
Pasal 1 angka 19 UUPLH sengketa lingkungan
hidup adalah perselisihan antara dua pihak
atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau
diduga adanya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup. Jadi sengketa
lingkungan hidup menurut pembuat undang-
undang ini, tidak saja akibat ditemukan bukti
konkrit adanya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup, tetapi adanya
secara patut dugaan diketemukannya
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup
tersebut dapat dijadikan pedoman. Para pihak
yang berselisih tersebut dapat dibedakan
menjadi pihak yang melakukan (diduga
melakukan) pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup serta pihak yang
lingkungannya tercemar/terusakkan. Hal ini
dapat dikonfigurasikan dalam bahasa hukum
sebagai pelaku pencemaran/perusakan
(pencemar/perusak) lingkungan dan korban
pencemaran-perusakan
(tercemar-
terusakan) lingkungannya. Subyek sengketa
lingkungan dapat berupa orang perseorangan
atau kelompok orang atau badan hukum
(Wijoyo Suparto, 1999:8).
C. Penyebab Terjadinya SengketaLingkungan
Sengketa lingkungan hidup diartikan
sebagai perselisihan antara dua pihak atau
lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau
diduga adanya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup (Pasal 1 angka 2
Peraturan Pemerintah No 54 tahun 2000). Jadi
sengketa lingkungan adalah perselisihan atau
percekcokan atau konflik antara dua pihak/
subyek hukum atau lebih yang dikarenakan
oleh: dugaan adanya pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan (potensial) atau
memang karena telah terjadinya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan (factual). Fokus
dari penyebab sengketa ini adalah
pencemaran/perusakan lingkungan dan
dugaan terhadapnya.Bentuk-bentuk konflik/
sengketa lingkungan yang sering muncul
penyebabnya adalah: (a) pencemaran
(terutama pencemaran air dan udara termasuk
kebisingan); (b) perubahan tata guna lahan
(land use); (c) gangguan keamanan dan
kenyamanan (insecure and amenity) (Sudharto
P. Hadi, 2000: 3).
D. Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Menurut jenisnya sengketa lingkungan
hidup masuk kategori perkara perdata, seperti
perkara perdata lainnya sengketa lingkungan
hidup pun, proses penyelesaiannya tergantung
pada para pihak yang bersengketa. Dikatakan
tergantung para pihak, karena dalam hukum
perdata teknik/cara penyelesaian perkara
perdata pada umumnya dibedakan menjadi
dua sistem atau cara yaitu melalui gugatan
perdata biasa dan melalui sistem yang disebut
Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dis-
pute Resolution). Gugatan perdata
dimaksudkan penyelesaian perkara perdata
dengan mengajukan gugatan kepada
pengadilan yang berwenang memutus perkara
bersangkutan. Sedangkan yang berkaitan
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
Page 3
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
46
penyelesaian sengketa lingkungan daitur
dalam Pasal 30, 31, 32 dan 33
UUPLH.Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan lebih menekankan
kepada para pihak yang bersengketa untuk
menentukan bentuk yang dipilih atau
disepakati untuk dijadikan forum penyelesaian
bersama. Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup melalui perundingan di luar pengadilan
dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang
berkepentingan, yaitu para pihak yang
mengalami kerugian dan mengakibatkan
kerugian, instansi pemerintah yang terkait
dengan subyek yang disengketakan, serta
dapat melibatkan pihak yang mempunyai
kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan
hidup.Dalam rangka penggunaan prosedur ini
dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 5,
6, 30, 31, 32 dan 33 UUPLH. Pasal 5 dan 6
UUPLH mengatur tentang hak dan kewajiban
dari setiap orang (anggota masyarakat) atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
pengelolaannya, sedangkan Pasal 31, 32 dan
33 UUPLH adalah mengenai ketentuan dan
prosedur beracaranya. Konsep penyelesaian
sengketa di luar pengadilan (ADR) banyak
diterapkan, karena mempunyai kelebihan
(Violetta, 2000: 3), antara lain :
1. lebih murah, cepat dan sederhana;
2. dapat mengurangi penumpukan perkara di
pengadilan;
3. kenyataan bahwa pengadilan bukan
merupakan pilihan terbaik untuk
menyelesaikan sengketa-sengketa
tertentu: sengketa keluarga, sengketa
bisnis, sengketa lingkungan hidup dan
konflik etnis. Agar terjadi “win-win solution”
dan menghindari “kalah menang” atau
“benar-salah”.
Ketentuan pelaksanaan dari pasal-pasal
UUPLH yang berkaitan dengan penyelesaian
sengketa lingkungan di luar pengadilan serta
bentuk dan tatacaranya/prosedur adalah
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(UUADR) dan Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (PPLPJ).
Caranya dengan melakukan konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsolidasi ataupun
penilaian ahli (Pasal 1 angka 10 UUADR).
Termasuk dalam kategori ini adalah
penyelesaian dengan arbitrase. Dalam teori
yang ada penyelesaian yang dimaksud di atas
sering diistilahkan sebagai suatu alternatif
penyelesaian perkara/sengketa (alternative dis-
pute resolution). Wujudnya biasanya berupa
negosiasi, mediasi, konsiliasi ataupun arbitrase
(Emirzon, 2001: 39).
E. Hasil Dan Pembahasan
Penyebab terjadinya sengketa lingkungan
yang terjadi di wilayah Kabupaten Karanganyar:
1. Sengketa lingkungan antara PT Indo
Acidatama Chemical Industry (PT IACI)
dengan sebagian masyarakat petani
di desa Sroyo dan Kemiri pada tahun
1999-2000
PT IACI adalah salah satu
perusahaan yang terletak di wilayah
kabupaten Karanganyar yang bergerak di
bidang produksi bahan-bahan kimia, yaitu:
alkohol, methanol dan acid etanol.
Perusahaan ini berdiri tahun 1988, di atas
lahan kurang lebih 15 Ha, memiliki sekitar
400 karyawan. Perusahaan ini merupakan
yang terbesar di Indonesia untuk
perusahaan sejenis. Bahan baku tetes
(limbah industri gula/tebu) yang diperoleh
dari beberapa kota di sekitarnya, bahkan
hingga ke Sumatera. Dengan proses
permentase bahan tetes tersebut diproses
menjadi bahan kimia jadi yaitu: alkohol,
methanol dan acid etanol. Produksinya
dipasarkan dan/atau digunakan untuk
mencukupi pasar dalam negeri dan
selebihnya dieksport ke negara Jepang,
Singapore dan beberapa negara lainnya.
Diperkirakan dalam produksi yang optimal
limbah cairnya bisa mencapai 10.000 M3.
Sengketa lingkungan antara PT Indo
Acidatama Chemical Industry (PT IACI)
dengan sebagian masyarakat di
sekitarnya pada tahun 1999-2000 adalah
disebabkan oleh adanya dugaan telah
terjadinya suatu peristiwa pencemaran
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
Page 4
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
47
yang diakibatkan oleh keberadaan limbah
cair yang dihasilkan oleh PT IACI. Oleh
sebagian masyarakat keberadaan
perusahaan telah menimbulkan
pencemaran air (sungai dan sumur
penduduk); polusi udara (odor/bau) dan
pencemaran tanah (pertanian) dan
menimbulkan beberapa kerugian terhadap
masyarakat. Hal ini menurut masyarakat
di sekitar perusahaan telah terjadi
semenjak kira-kira tahun 1992. Dugaan
adanya pencemaran tersebut oleh
sebagian masyarakat di sekitar perushaan
dibuktikan dengan misalnya: (1) keruhnya
(warna coklat pekat) air sungai Sroyo; (2)
timbulnya gejala gatal-gatal yang
dirasakan oleh sebagian masyarakat yang
menggunakan sungai sebagai tempat
kebutuhan mereka sehari-hari, misalnya
pencari pasir dan peternak; (3) perubahan
warna air pada sumur milik penduduk di
sekitar perusahaan; (4) terjadinya
penurunan permukaan air sumur penduduk
di sekitar pabrik terutama waktu musim
kemarau; (5) timbulnya bau busuk (odor)
yang menyengat; (6) meningkatnya
korosifitas/pengeroposan; (7) penurunan
secara dratis hasil produksi pertanian dari
petani yang lahannya dialiri limbah cair dari
perusahaan. Masalah tersebut sejak
tahun 1992 sudah sering dilakukan upaya
penyelesaian. Tetapi hasilnya tidak
memuaskan bagi sebagian masyarakat.
Kemudian akibat kejengkelan yang
banyak dirasakan oleh sebagian warga
masyarakat di sekitar perusahaan, atas
hasil dari upaya yang dilaksanakan
tersebut maka pada tanggal 14 Oktober
1997 sebagian penduduk yang lahan
pertaniannya dialiri limbah cair dari PT
IACI melakukan tindakan pemotongan pipa
aliran limbah secara paksa. Peristiwa ini
kemudian membuka jalan bagi kedua
pihak untuk berdialog.
2. Sengketa lingkungan antara PT Palur
Raya dengan sebagian Masyarakat
Desa Ngringo yang tergabung dalam
Konsorsium Korban Limbah PT Palur
Raya (KKL) pada tahun 2000-2002
PT Palur Raya merupakan salah satu
perusahaan yang berada di wilayah Desa
Ngringo. Perusahaan ini berada di Jalan
raya Solo – Sragen Km 6,3 tepatnya di
Dusun Palur Desa Ngringo, mulai
berproduksi sekitar November tahun 1987.
Bidang usaha dari industri tersebut adalah
memproduksi glutamic acid monosodium
glutamate (bahan pembuat penyedap
rasa). Perusahan ini adalah salah satu dari
delapan perusahaan penghasil bahan
penyedap rasa di Indonesia dan satu-
satunya perusahaan yang modalnya
dimiliki
pengusaha
nasional
murni.Sengketa lingkungan yang terjadi
disebabkan oleh adanya dugaan telah
terjadinya suatu peristiwa pencemaran
dan/atau kerusakan yang diakibatkan oleh
keberadaan PT Palur Raya. Hal ini menurut
masyarakat di sekitar perusahaan telah
terjadi semenjak kira-kira tahun 1989.
Dugaan adanya pencemaran dan/
atau kerusakan lingkungan tersebut oleh
sebagian masyarakat dibuktikan dengan:
(1) air sumur penduduk mengalami
kekeringan hingga kedalaman 20 M; (2)
hasil panen pertanian yang merosot tajam
baik dari segi kualitas maupun kauntitas
terutama di sebelah barat pabrik/tempat
pembuangan limbah padat; (3) tanah
mengalami kerusakan akibat resapan
limbah padat dan cair yang dibuang oleh
PT. Palur Raya; (4) sungai mengalami
pendangkalan akibat kandungan dalam
limbah cair dan padat (kandungan TSS-
nya yang tinggi). Akibatnya pencemaran
yang disebabkan limbah cair tersebut
biota air yang hidup di sungai Ngringo
banyak yang mati/punah, seperti ikan,
katak dan bulus; (5) kualitas udara di
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
Page 5
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
48
sekitar pabrik sangat buruk. Hal ini
didukung dari data kesehatan 3 (tiga) tahun
terakhir menunjukkan peningkatan jumlah
penderita gangguan saluran pernafasan;
(6) bau (odor) akibat pembuangan limbah
padat menimbulkan gangguan
kenyamanan pada masyarakat di sekitar
pabrik; (7) seringnya terjadi kerusakan
jalan umum yang membelah pabrik, akibat
lalu lalang truk-truk yang mengangkut
barang yang keluar masuk PT. Palur Raya.
F. Bentuk Penyelesaian sengketa dan
pengembangannya
1. Sengketa lingkungan antara PT IACI
versus sebagian masyarakat petani di
desa Sroyo dan Kemiri pada tahun
1999-2000
Upaya penyelesaian sengketa yang
terjadi yaitu dengan pembentukan Tim
Pengendalian Limbah PT Indo Acidatama
Chemical Industry. Tim ini beranggotakan
sembilan orang dan dikenal dengan Tim
Sembilan (Tim-9), Anggota-anggotanya
mewakili pihak perusahaan, pihak korban
(masyarakat) dan pihak ketiga (netral),
yaitu: Budi Moeljono (Direktur Utama PT
IACI – Anggota);
a. Ir. Edy Darmawan, MM (Corporate
Secretary PT IACI – Sekretaris);
b. DR. Mintarsih, MM. (PT IACI –
Anggota);
c. Drs. Alim Sukarno (Masyarakat –
Anggota);
d. Waluyo, SH (Masyarakat – Wakil
Ketua);
e. Sugiyamto (Masyarakat – Anggota);
f. Drs.KRTMH.Sri
Sadoyo
Harjomigoeno,MM (APINDO - Ketua);
g. Drs. Hari Mulyadi (LPTP – Anggota);
dan
h. Drs. Margito,MM (Pemerintah –
Anggota).
Maksud dari pembentukan tim ini
adalah untuk menjembatani permasa-
lahan-permasalahan yang dihadapi antara
perusahaan dan masyarakat. Selanjutnya
tim ini memberikan solusi yang sifatnya
rekomendasi ke perusahaan dan
mengontrolnya bila perlu. Langkah yang
dilakukan Tim-9 ini adalah melakukan
sosialisasi dan mengumpulkan
(inventarisasi) permasalahan yang dialami
dan dikeluhkan masyarakat di sekitar
perusahaan. Beberapa hasil dari
inventarisasi masalah ini adalah sebagai
berikut.
a. keruhnya (warna coklat pekat) air
sungai Sroyo sebagai jalur menuju
sungai Bengawan Solo di mana out-
let limbah cair perusahaan berada;
b. adanya/timbulnya gejala gatal-gatal
yang dirasakan oleh sebagian
masyarakat yang menggunakan
sungai sebagai tempat kebutuhan
mereka sehari-hari, misalnya pencari
pasir dan peternak;
c. adanya perubahan warna air pada
sumur milik penduduk di sekitar
perusahaan;
d. terjadinya penurunan permukaan air
sumur penduduk di sekitar pabrik
terutama waktu musim kemarau;
e. timbulnya bau busuk (odor) yang
menye-ngat pada saat-saat tertentu.
Akibat dari bau tersebut tidak jarang
warga yang tidak terbiasa
mengakibatkan perut mual dan sesak
sesaat;
f. meningkatnya
korosifitas/
pengeroposan pada bahan-bahan
rumah tangga yang ter-buat dari
bahan logam, seperti: atap seng,
pagar besi, antene TV dan peralatan
lainnya;
g. penurunan secara dratis hasil
produksi pertanian dari petani yang
lahannya dialiri limbah cair dari
perusahaan;
h. Akibat dari hal tersebut (No 7) maka
para petani mengajukan tuntutan
ganti kerugian kepada perusahaan;
dan
i. Perlunya pemulihan atas kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh
perusahaan (Waluyo, 2000: 45)
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
Page 6
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
49
Berdasarkan masukan dari
masyarakat tersebut maka Tim-9
merekomendasikan kepada perusahaan
untuk :
a. Melakukan penelitian kualitas dan
mutu lingkungan, terhadap: udara, air
sungai dan air sumur penduduk;
b. Melakukan cek kesehatan atas
beberapa warga yang mengeluh
adanya gangguan kesehatan akibat
odor dari perusahaan;
c. Memberikan jarring pengaman sosial
(social safety net) kepada
masyarakat di sekitarnya, berupa:
pelayanan kesehatan gratis,
pemberian bantuan bea siswa,
bantuan sembako dan lain-lain.
d. Meningkatkan partisipasi dan
kepedulian dalam pemberdayaan
masyarakat (community develop-
ment) kepada masyarakat sekitar;
dan
e. Menindaklanjuti tuntutan ganti rugi
atas lahan petani yang dialiri limbah
perusahaan. Dalam rangka ini, maka
dipertemukan secara langsung
kelompok petani dengan perusahaan
untuk bernegosiasi (tim sebagai
fasilitator),
menyerahkan
penyelesaian perhitungan ganti rugi
kepada HIALI (Himpuan Ahli
Lingkungan) Surakarta dan
membantu penyelesaian pembayaran
ganti kerugian yang telah disepakati.
Mengenai bentuk penyelesaian
Sengketa lingkungan antara PT Indo
Acidatama Chemical Industry (PT IACI)
yang berada di Desa Kemiri Kecamatan
Kebakkramat versus
sebagian
masyarakat tersebut dapat dibuat suatu
bagan sebagai berikut.
PT IACI
Seb. Masy (Korban)
VS
TIM-9
(Perusahaan + Masy (korban) + Pihak
Ke-3 Netral)
K
e
lu
h
a
n
R
e
ko
m
e
n
d
a
si
HIALI
(Ganti Kerugian Petani)
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
2. Sengketa lingkungan antara PT Palur
Raya dengan sebagian Masyarakat
Desa Ngringo yang tergabung dalam
Konsorsium Korban Limbah (KKL) PT
Palur Raya
Upaya dan bentuk penyelesaian yang
pernah ditempuh dalam menyelesaikan
sengketa yang terjadi dikelompokkan
menjadi: (1) Upaya penyelesaian sepihak;
(2) Penyelesaian yang dikelola sendiri; dan
(3) Penyelesaian secara Normatif Yuridis.
Upaya penyelesaian sepihak dan yang
dikelola sendiri dilakukan hingga pada
tahun 1998. Hal ini dilakukan lebih
merupakan upaya persuasif guna
mendapatkan perhatian dari berbagai
pihak atas permasalahan yang dihadapi.
Menurut Hardono meskipun tidak
Page 7
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
50
f. Ari Suseta, SH selanjutnya diganti
Heru Setiyadi, SH.(Hukum ).
Maksud dan tujuan dari penelitian
tersebut adalah :
(1) membuktikan dugaan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan;
(2) menghitung besaran pencemaran
dan/atau perusakan yang terjadi;
(3) menemukan sumber-sumber
pencemaran;
(4) menghitung ganti kerugian yang
timbul;
(5) merekomendasikan, mencarikan
solusi untuk pelaksanaan industri
bersih
lingkungan
dan
pengembangan/pemberdayaan
masyarakat (Community Develop-
ment).
Tim Independen melakukan tugas
sejak disepakatinya tugas masing-masing
dan melaporkannya kepada para pihak
yaitu PT. Palur Raya, Konsorsium Korban
Limbah (KKL) PT. Palur Raya dan
BAPEDALDA Karanganyar. Hasil
penelitian dari tim independen ini
dilaporkan pada tanggal 19 Maret 2001.
Dalam perjalanannya tidak/belum semua
hasil dari penelitian dapat dilaksanakan.
Hal yang sangat sulit untuk dieksekusi
adalah berkaitan dengan uang ganti
kerugian. Di samping jumlahnya yang
tidak sesuai dengan rekomendasi dari
hasil penelitian juga waktunya yang molor
hingga tahun 2003. Dari jumlah
rekomendasi tim independent Rp
7.299.569.706,00, PT Palur Raya hanya
mampu/sanggup membayar Rp
1.100.000.000,00
berdasarkan
Kesepakatan tanggal 1 April 2002.
Kemudian penggunaan uang ini didasarkan
pada kesepakatan Rembug Desa Ngringo
tanggal 20 Februari 2003.
Mengenai sejarah dan perjalanan sengketa
lingkungan antara PT Palur Raya versus KKL
tersebut dapat dibuat bagan sebagai berikut.
mendapatkan hasil yang memuaskan,
namun paling tidak telah membuka
perhatian dari berbagai pihak termasuk
pemerintah pusat.
Penyelesaian normatif yuridis adalah
suatu bentuk penyelesaian sengketa yang
didasarkan pada ketentuan hukum positif
yang berlaku. Bentuk dari upaya ini adalah
dilakukannya perundingan-perundingan
bersama guna mencapai kesepakatan.
Pertimbangan ditempuhnya upaya
penyelesaian ini adalah dorongan dari
kalangan LSM dan Pemerintah (terutama
dengan: terbitnya Surat Menteri Negara
Lingkungan Hidup tanggal 23 Juni 2000
Nomor: B1205/MENLH/6/2000, perihal
Perundingan Kasus PT Palur Raya) yang
menganjurkan untuk menggunakan
mekanisme dan prinsip kensesualisme.
Dengan difasilitasi oleh Badan
Pengenda-lian Dampak Lingkungan
Daerah (BAPEDALDA) Karanganyar dan
seorang mediator yaitu Ir. Agus Gunawan
Wibisono (LPTP) disepakatilah suatu
Kesepakatan Mediasi antara PT Palur
Raya dengan Konsorsium Korban Limbah
(KKL) PT Palur Raya pada tanggal 22 Juli
2000 (Lihat: Waluyo, 2002: 135-140).
Sebagai tindak lanjut dari
Kesepakatan Mediasi tersebut dibentuklah
suatu Tim Independen dengan
keanggotaan dan bidang tugas sebagai
berikut.
a. Dr. Eko Sugiharto (air, udara dan
limbah padat);
b. Dr. Ir. Rachman Sutanto, MSc. (tanah
/ Ilmu Tanah);
c. Dr. Doeljachman Moeljohardjo, MPH,
MScPH. (Koordinator Tim-
kesehatan masyarakat);
d. Dr. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA.
(Hidrologi);
e. Drs. Widodo W. Sambodo
selanjutnya diganti oleh Nugroho
Widiarto, ST. MSi. (Ekonomi
Lingkungan);
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
Page 8
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
51
G. Simpulan
1. Penyebab terjadinya sengketa lingkungan
hidup di wilayah Kabupaten Karanganyar
adalah adanya dugaan telah terjadinya
pencemaran lingkungan sebagai akibat
dari telah beroperasinya suatu
perusahaan.
2. Upaya/bentuk penyelesaian yang
diterapkan terhadap sengketa lingkungan
yang terjadi di wilayah Kabupaten
Karanganyar adalah penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dengan
pengembangan sebagai berikut:
a. Untuk kasus sengketa lingkungan
antara PT IACI versus sebagian
masyarakat petani di desa Sroyo dan
Kemiri pada tahun 1999-2000
diselesaikan dengan dibentuknya
Tim Penanggulangan Limbah PT IACI
(Tim-9). Tim ini terdiri dari unsur
Perusahaan, Masyarakat/korban dan
pihak Netral.
b. Untuk kasus sengketa lingkungan
antara PT Palur Raya versus
sebagian masyarakat Desa Ngringo
yang tergabung dalam Konsorsium
Korban Limbah (KKL) PT Palur Raya
pada tahun 2000-2003 adalah
Mediasi dengan Kesepakatan
Mediasi tanggal 22 Juli 2000,
kemudian ditindaklanjuti dengan
pembentukan Tim Independen.
H. Saran
1. Perlu adanya sosialisasi secara intensif
peraturan-peraturan mengenai penyele-
saian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan, supaya masyarakat umum
dapat memahaminya lebih dalam.
2. Perlu dioptimalkan peran pemerintah
dalam memfasilitasi dan ikut mendorong
para pihak yang terlibat dalam sengketa
lingkungan untuk penyelesaian yang ideal.
Mengingat motivasi dan urgensi peme-
rintah sangat mempengaruhi serta menen-
tukan tingkat keterlibatan para pihak.
3. Meskipun kasus sengketa lingkungan
yang terjadi belum dapat diselesaikan
secara efektif melalui mekanisme di luar
pengadilan (mediasi), namun sebagai
salah satu alternatif penyelesaian
sengketa mediasi harus terus dikembang-
kan. Apalagi menyangkut sengketa yang
bersifat polisentrik yaitu sengketa yang
melibatkan banyak pihak dan persoalan
seperti sengketa lingkungan hidup.
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...
PT PALUR
RAYA
KKL
VS
Upaya Penyelesaian :
1. Penyelesaian Sepihak : Penyerahan sepihak ke PT Palur Raya ’88 – ’97
& kotak Pos 5000 (’92).
2. Penyelesaian Dikelola sendiri : Kesepakatan 8 Des ’98 & Piagam
Kerjasama 16 Des 1998.
3. Penyelesaian Yuridis Normatif :
a. Kesepakatan Mediasi, tanggal 22 Juli 2000;
b. Pemb. Tim Independen, tanggal 29 Juli 2000;
c. Penyerahan Laporan Penelitian Tim Independen, (19 Maret 2001;
d. Eksekusi (Kesepakatan tanggal 1 April 2002).
e. Rembug Desa Ngringo 20 Februari 2003.
PT PALUR
RAYA
Page 9
Yustisia Edisi Nomor 69 Sept. - Desember 2006
52
I. DAFTAR PUSTAKA
Garry Goodpaster. 1997. Negosiasi dan Mediasi (Sebuah Pedoman Negosiasi dan penyelesaian sengketa
Melalui Negosiasi).Jakarta: Elips Project.
Harun M. Husein. 1993. Hukum Lingkungan Hidup, Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya.
Jakarta: Bina Aksara.
HB. Soetopo. 1997. Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Joni Emirzon. 2001. Alternatif Penyelesaian sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi &
Arbitrase). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lexy J. Moleong. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya.
Magnis Suseno F.1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa Filsafat tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta:
PT. Gramedia.
Mas Ahmad Santosa. 1997. Mediasi Lingkungan di Indonesia; Sebuah Pengalaman. Jakarta: ICEL.
Munir Fuady. 2000. Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Ratri Nugroho. 2003. Studi Pelaksanaan Mediasi Pada Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup antara
PT Palur Raya dengan Sebagian Masyarakat Desa Ngringo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Hukum UNS.
Sudharto Hadi P. 2000.Pengertian dan Prinsip-Prinsip Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup, Seminar Sosialisasi PP No. 54 Tahun 2000, Kerjasama antara PSLH-
Lemlit UNS dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNU Surakarta, 25 September
2000.
Sukma Violetta.2000. Penyelesaian Sengketa Secara Musyawarah (ADR) Belajar dari Pengalaman Negara-
Negara Lain. Seminar .Sosialisasi PP No. 54 Tahun 2000, Kerjasama antara PSLH-Lemlit UNS dengan
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNU Surakarta, 25 September 2000.
Suparto Wijoyo.1999.Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
Waluyo.2000.Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Studi Kasus di PT Indo Acidatama Chemical
Industry). Surakarta: Fakultas Hukum UNS.
——————. 2002.Upaya Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup (Studi Kasus di PT Palur Raya
Desa Ngringo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar). Tesis . Surakarta: Program Studi Ilmu
Lingkungan Pascasarjana UNS.
Identifikasi Penyebab dan Pola Penyelesaian ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar